PNS Eks Napi Korupsi Gugat ke MK

PNS Eks Napi Korupsi Gugat ke MK

Sudah Dihukum, Tolak Dipecat

BENGKULU, Bengkulu Ekspress- Pegawai Negeri Sipil (PNS) mantan narapidana (eks napi) korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu, akhirnya resmi melakukan gugatan melalui judicial review ke Makamah Konstitusi (MK) terkait rencana pemencatannya.

Gugatan itu dilakukan serentak dengan seluruh PNS eks napi korupsi se-Indonesia. Salah satu PNS eks napi korupsi di Pemprov Bengkulu, DR Ir Herawansyah yang datang langsung ke MK mengatakan, uji materi itu dilakukan, agar nasibnya sebagai PNS tidak dipecat sesuai dengan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri. \"Surat sudah kita sampaikan dan diterima langsung oleh MK,\" terang Herawansyah kepada Bengkulu Ekspress, kemarin (10/10).

Ditegaskannya, dalam judicial review itu, PNS eks napi korupsi ini akan menguji Undang-Undang (UU) nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara (ASN), terutama pada pasal 87 ayat 2 dan 4 huruf b dan d. Sebab, pasal tersebut sangat bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM). \"Kami sudah dihukum penjara, didenda dan di subsider. Keluar dari penjara kami dihukum lagi, ini letak keadilan dimana,\" ungkapnya.

Menurutnya, dirinya bersama rekan lain PNS eks napi korupsi sudah dihukum oleh yudikatif. Saat keluar juga kembali dihukum oleh eksekutif (pemerintah). Jika memang harus dihukum, harusnya bisa diputuskan hukuman tambahaan saat putusan sidang lalu. \"Jangan dua-duanya menghukum semua. Pemecatan itu harusnya dari pengadilan, kenapa harus eksekutif yang memutuskan menghukum,\" beber Herawansyah yang juga mantan Kadis Dinas PU Kabupaten Seluma itu.

Dalam pengujian nanti, pihaknya akan menguji UU nomor 5 tahun 2014 tentang ASN dengan UU nomor 10 tahun 2016 tentang pemilu. Karena dalam UU Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilu itu, tetap memperbolehkan mantan koruptor untuk mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif. \"Oke, kami akui bersalah, tapi mana hak asasi manusianya kalau begini,\" ungkapnya.

Dengan telah diajukan gugatan itu, Herawansyah mengatakan, sidang di MK akan dilakukan pada akhir Oktober mendatang. Dalam sidang nanti akan menghadirkan sanksi-sanksi untuk dimintai keterangan oleh majelis MK. \"Itu nanti kita serahkan dengan loyer kita. Kita hanya menunggu dan optimis kami dapat keadilan,\" terang Herawansyah.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Bengkulu, Dr H Rohidin Mersyah MMA \'curhat\' kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, agar PNS eks napi korupsi tidak dipecat. Karena PNS eks napi korupsi itu rata-rata hanya sebagai korban. Bukan menjadi pelaku utama. Karena pelaku utama itu ialah pihak ketiga yang tidak menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). \"Itu pihak ketiga yang tidak mengembalikan temua negara. Itu menjadi aktor utama,\" ujar Rohidin dihadapan Mendagri dalam sesi sambutan Rapat pemuktahiran data tindaklanjut hasil pengawasan tingkat nasional tahun 2018 di Grage Hotel Bengkulu, kemarin (9/10) lalu.

Menurut Rohidin, memang sesuai dengan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri, maka PNS eks napi korupsi yang telah inckrah harus dipecat. Namun demikian, perlu dilakukan pertimbangan. Karena PNS eks napi korupsi itu tidak hanya sudah dipenjara, tapi juga sudah mendapatkan sanksi sosail dari masyrakat. \"Kita ingin keadilan hukum bisa dirasakan,\" paparnya.

Rohidin menceritakan, sebagai kepala daerah memang gamang memberikan putusan itu. Dicontohkannya, dirinya pernah didatangi oleh salah satu mantan kepala dinas. Dalam kasusnya, mantan pejabat itu tersandung kasus dalam anggaran Rp 150 juta. Tanpa sepengetahuan mantan kepala dinas itu menandatangi surat proyek itu. \"Dia (mantan pejabat) itu datang ke ruangan saya, langsung pingsan. Setelah itu menceritakan, dirinya sudah dipenjara, rumah disita Bank dan ditambah terkena sanksi sosial. Ini mau dipecat lagi, bisa bunuh diri,\" cerita Rohidin.

Belum lagi terkait kasus korupsi yang melibatkan Tim Provisional Hand Over (PHO) atau serah terima pekerjaan. Ada contoh menurut Rohidin, tim PHO yang berjumlah 5 orang dengan honor Rp 500 ribu juga harus ikut dipecat atas SKB tiga menteri tersebut. \"Ini juga ikut dipecat,\" ungkapnya.

Menurut Rohidin, dirinya bukan untuk menentang nawa cita presiden. Namun keputusan itu harus tetap berkeadilan. Dirinya juga sudah mendatangi Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk ikut bisa mempertimbangkannya. Nantinya ASN eks napi korupsi bisa mengajukan judicial review baik itu ke Makamah Konstitusi (MK), Makamah Agung (MA) maupun sampai ke PTUN. \"Kita lakukan tidak lain untuk dapat melindungi ASN, bekerja aman dan produktif,\" terang Rohidin.

Sementara itu, Mendagri, Tjahjo Kumolo mengatakan, yang menjadi usulan Plt Gubernur Bengkulu itu akan ditelaah lagi dalam menentukan kebijakan. Mendagri akan membahasnya secara khusus atas yang terjadi didaerah. Karena memang ada yang benar-benar menikmati uangnya dan ada juga pempinan yang telah terlanjut meneken kegiatan yang terindikasi korupsi. \"Ya itu nanti akan kita bahas secara khusus,\" ujar Tjahjo.

Mendagri menegaskan, aturan itu memang sudah dibuat kesepatan dalam SKB tiga menteri. Ia menceritakan, sebelumnya Mendagri memang tidak punya data terkait PNS eks napi korupsi yang telah inkrah. Karena dari setiap usulan kabupaten/kota dan provinsi, PNS itu tidak cantumkan penah tersangka, terpidana maupun masih dipenjara. Setelah dikeluarkan SK-nya, data tersebut ada di BKN dan terkumpul sejah 2015 mencapai 2.357 PNS eks napi korupsi. \"Kalau sudah berkekuatan hukum tetap, mau korupsinya Rp 1 atau Rp 1 miliar ya tetap melanggaran pasal yang sama,\" jelasnya.

Tjahjo juga mempersilahkan jika nanti PNS eks napi korupsi itu benar-benar dipecat untuk melakukan gugatan ke PTUN maupun ke MA dan MK. Karena memang itu haknya warga negara Indonesia. \"Ya silahkan itu hak mereka,\" ungkap Tjahjo.

UU yang akan dibuat nanti tentu sudah akan dibahas dengan pemerintah pusat dan DPR. Tentu dalam pembahasannya melibatkan dari pemerintah daerah, hingga tingkat bawah.  Ketika memang sudah disetujui, maka kepala daerah juga jangan ikut untuk menggugat. Karena dengan gugatan yang ikut dilayangkan, maka hal itu bentuk tidak konsistemnya pimpinan daerah.

\"Negara kita tidak semata-mata negara hukum, tapi negara peraturan. Ada 43 ribu peraturan yang meliputi dalam pengambilan kebijakan politik,\" tandasnya.

Untuk diketahui, dari 2017 sampai sekarang ini kasus korupsi itu menjerat 495 ASN. Termasuk 102 kepala dasa, 30 kepala daerah dan 37 anggota DPRD. Dari hal itu, ada tiga daerah area korupsi terbesar. Suap menyuap sebanyak 466 kasus, pengadaan barang dan jasa 380 kasus dan penyalahgunaan anggaran sebanyak 48 kasus di Indonesia.

Sementara itu, Praktisi Hukum Bengkulu, Muspani SH mengatakan, Plt Gubernur sebagai kepala daerah tertinggi di provinsi, maka harus hati-hati dalam membuat kebijakan. Aturan yang telah dibuat oleh pemerintah melalui SKB dan UU itu, mau tidak mau harus dijalankan. Karena itu sebagai amanat UU yang wajib dijalankan. \"Saran saya pahami betul UU yang dikeluarkan. Kalau sudah keluar seperti itu, ya harus dijalankan sebagai kepala daerah. Karena itu akan membahayakan kepala daerah itu sendiri,\" ujar Muspani. (151)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: